Arti zuhud berasal dari bahasa Arab zahada artinya raghaba ‘anhu wataraka (benci dan meninggalkan sesuatu ). Sedangkan zahada fi ad-dunya berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Jadi zuhud adalah menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Zuhud merupakan pendekatan penting dalam tahap awal perjalanan spiritual manusia.
Zuhud tidak berarti penolakan secara mutlak kepada dunia. Apa yang ditekankan dalam kehidupan zuhud adalah melepaskan diri atau mengosongkan hati dari pengaruh dunia yang dapat membuat orang lupa kepada Tuhan. Kehidupan dunia jangan sampai melupakan akhirat dan ibadah kepada Tuhan.
Definisi Zuhud menurut para ulama’ :
- Al-Palembani mendefinisikan zuhud dengan meninggalkan sesuatu yang disukai kepada sesuatu yang lebih disukai, yaitu meninggalkan nikmat sementara kepada nikmat yang abadi.
- Al-Junaidi mengatakan bahwa zuhud adalah kosongnya tangan dari pemilikan dan kosongnya hati dari pencarian.
- Ruwaim ibn Ahmad, zuhud adalah menghilangkan bagian jiwa dari dunia, baik berupa pujian, sanjungan, dan kedudukan disisi manusia.
- Harun Nasution, zuhud adalah meninggalkan dunia dan hidup kematerian, sebab dunia dipandang sebagai penghalang antara sufi dan tuhan.
Aktualisasi nilai-nilai sufisme dalam dunia modern, tidak akan pernah berhasil tanpa mengkaji ulang pengertian dan orientasi “ zuhud “ sebagai ruh aplikatif sufisme itu sendiri.
Menikmati kehidupan dunia secara wajar dan proporsional itu dimaksudkan agar jangan sampai kehidupan dunia mengalahkan kehidupan akhirat dan jangan sampai melupakan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-qur’an Al-Munafiqun : 9
يآيها الذين امنوا لاتلهكم اموالكم ولآأولادكم عن ذكر الله ومن يفعل ذلك فأولئك هم الحاسرون
Di samping itu agar jangan sampai kehidupan seseorang sangat tergantung kepada materi, sehingga berduka cita terhadap harta dan sangat gembira terhadap apa yang diperolehnya.
Untuk menghadapi dunia, harus ditanamkan sikap qona’ah ( menerima apa adanya setelah usaha ), tawakkal ( berserah diri atas segala usahanya ), shabar ( tabah dalam menghadapi keadaan dirinya ), syukur ( berterima kasih atas apa yang telah didapatnya ), khauf (takut kepada Allah), istighatsah (memohon dihindarkan bahaya), raja’ (mengharap kepada Allah), inabah (kembali kepada Allah)
Tanggung jawab tasawuf untuk melarikan diri dari kehidupan dunia nyata, akan tetapi suatu usaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniah yang akan membentengi diri saat menghadapi problema hidup yang serba materialistic dan merealisasikan keseimbangan jiw asehingga timbul kemampuan menghadapi problem dengan sikap jantan dan sabar.
Asketisme ( ciri-ciri )
Ciri-ciri asketisme dapat dilihat dari beberapa prinsipnya, yaitu :
- Asketisme adalah bersifat praktis sehingga tidak ditemukan konsep-konsep teoretis. Sarana-sarana praktisnya adalah kehidupan tenang dalam ketenangan, banyak beribadah, selalu ingat Allah, sangat takut pada dosa dan murka Allah.
- Idenya berakar pada memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat dan melupakan kenikmatan kehidupan duniawi.
- Motivasinya karena takut kepada siksa Allah di sat u sisi dan karena cinta kepada Allah di sisi lain.
Inilah prinsip-prinsip asketisme yang menjadi landasan tumbuhnya sufisme dengan karakteristiknya sendiri.
Muncul dan Perkembangannya Zuhud
Menurut Harun Nasution ada lima sebab munculnya zuhud dipengaruhi oleh :
- Cara hidup rahib-rahib kristen
- Phytagoras yang mengharuskan meninggalkan kehidupan materi dalam rangka membersihkan roh.
- Plotinus yang menyatakan bahwa dalam rangka menyucikan roh yang telah kotor harus meninggalkan dunia.
- Budha dengan paham nirwana, bahwa untuk mencapainya harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi.
- Hindu yang mendorong manusia meninggalkan dunia dsan mendekatkan diri kepadam Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman.
Tiga Cara Mencapai Derajat Zuhud
Sikap zuhud dapat memberikan ketenangan kepada seseorang. Ia adalah benteng dari sikap sombong, kikir, serakah dan bermewah-mewahan. Kehancuran seseorang dan bahkan sebuah bangsa dicirikan dengan keempat sikap di atas.
Imam Al-Ghazali memberikan tiga tips. Pertama, memaksa diri untuk mengendalikan hawa nafsunya. Kedua, sukarela meninggalkan pesona dunia karena dipandang kurang penting. Ketiga, tidak merasakan zuhud sebagai beban, karena dunia dipandang bukan apa-apa bagi dirinya.
Sementara itu, Ibrahim bin Adham pernah ditanya seorang lelaki, “Bagaimana cara engkau mencapai derajat orang zuhud?” Ibrahim menjawab,”Dengan tiga hal, pertama, aku melihat kuburan itu sunyi dan menakutkan, sedang aku tidak menemukan orang yang dapat menentramkan hatiku di sana. Kedua, aku melihat perjalanan hidup menuju akherat itu amat jauh, sedang aku tidak memiliki cukup bekal. Ketiga, aku melihat Rabb Yang Maha Kuasa menetapkan satu keputusan atasku, sedang aku tidak punya alasan untuk menolak keputusan itu.” (Abu Ishak Ibrahim bin Adham Al Balkhori
Dengan demikian juga zuhud yang benar bukan karena kosongnya tangan dari memiliki harta dunia, namun zuhud yang haqiqi adalah kosongnya hati dari mencintai benda dunia, meskipun tangannya menggenggam harta dunia tersebut. Zuhud itu ada 3 tingkatan :
- Zuhud dengan meninggalkan semua keduniaan yang haram.
- Zuhud dengan meninggalkan semua keduniaan yang haram dan mubah.
- Zuhud kepada semua yang dimurkai Allah, karena ia tidak ingin Allah Ta’ala meninggalkannya.
Hal-Hal yang Mendorong untuk Hidup Zuhud
- Keimanan yang kuat dan selalu ingat bagaimana ia berdiri di hadapan Allah pada hari kiamat guna mempertanggung-jawabkan segala amalnya, yang besar maupun yang kecil, yang tampak ataupun yang tersembunyi.
- Merasakan bahwa dunia itu membuat hati terganggu dalam berhubungan dengan Allah, dan membuat seseorang merasa jauh dari kedudukan yang tinggi di akhirat kelak, dimana dia akan ditanya tentang kenikmatan dunia yang telah ia peroleh, sebagaimana firman Allah :
ثمَّ لَتُسْئلنَّ يَومئذٍ عنِ النَّعيمِ : (التكاثر : 8 )
“ Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan ( yang megah ) di dunia itu.”
- Dunia hanya akan didapatkan dengan susah payah dan kerja keras, permainan, suatu yang melalaikan, mengorbankan tenaga dan pikiran yang sangat banyak, dan kadang-kadang terpaksa harus bergaul dengan orang-orang yang berperangai jahat dan buruk. Allah memberikan tentang jati diri dunia.
"اعلموآ أنّما الحياةُ الدنيا لعبٌ ولهوٌ وزنةٌوتفاخر بينكم وتكاثرٌ في الأموال والأولادِ"6
“ Ketahuilah, Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak.”
Berbeda halnya jika menyibukkan diri dengan berbagai macam ibadah; jiwa menjadi tentram dan hati merasa sejuk, menerima takdir Allah dengan tulus dan sabar, ditambah akan menerima balasan di akhirat.
- Merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an yang banyak menyebutkan tentang kehinaan dan kerendahan dunia serta kenikmatannya yang menipu (manusia).
Barang siapa imannya benar, maka ia tidak akan tergiur dan tertipu dengan rayuan dunia. Ia akan menjadikannya sebagai kendaraan menuju akhirat. Ia mengetahui bahwa setiap hari di dunia ini, sang hari (waktu) memanggil dan berseru, “ Wahai manusia, aku adalah baru dan atasmu aku akan bersaksi, aku akan meninggalkanmu tanpa kembali, isilah aku sesukamu, kebaikan atau keburukan.”
Zuhud tidak berarti penolakan secara mutlak kepada dunia. Apa yang ditekankan dalam kehidupan zuhud adalah melepaskan diri atau mengosongkan hati dari pengaruh dunia yang dapat membuat orang lupa kepada Tuhan. Kehidupan dunia jangan sampai melupakan akhirat dan ibadah kepada Tuhan.
Definisi Zuhud menurut para ulama’ :
- Al-Palembani mendefinisikan zuhud dengan meninggalkan sesuatu yang disukai kepada sesuatu yang lebih disukai, yaitu meninggalkan nikmat sementara kepada nikmat yang abadi.
- Al-Junaidi mengatakan bahwa zuhud adalah kosongnya tangan dari pemilikan dan kosongnya hati dari pencarian.
- Ruwaim ibn Ahmad, zuhud adalah menghilangkan bagian jiwa dari dunia, baik berupa pujian, sanjungan, dan kedudukan disisi manusia.
- Harun Nasution, zuhud adalah meninggalkan dunia dan hidup kematerian, sebab dunia dipandang sebagai penghalang antara sufi dan tuhan.
Aktualisasi nilai-nilai sufisme dalam dunia modern, tidak akan pernah berhasil tanpa mengkaji ulang pengertian dan orientasi “ zuhud “ sebagai ruh aplikatif sufisme itu sendiri.
Menikmati kehidupan dunia secara wajar dan proporsional itu dimaksudkan agar jangan sampai kehidupan dunia mengalahkan kehidupan akhirat dan jangan sampai melupakan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-qur’an Al-Munafiqun : 9
يآيها الذين امنوا لاتلهكم اموالكم ولآأولادكم عن ذكر الله ومن يفعل ذلك فأولئك هم الحاسرون
Di samping itu agar jangan sampai kehidupan seseorang sangat tergantung kepada materi, sehingga berduka cita terhadap harta dan sangat gembira terhadap apa yang diperolehnya.
Untuk menghadapi dunia, harus ditanamkan sikap qona’ah ( menerima apa adanya setelah usaha ), tawakkal ( berserah diri atas segala usahanya ), shabar ( tabah dalam menghadapi keadaan dirinya ), syukur ( berterima kasih atas apa yang telah didapatnya ), khauf (takut kepada Allah), istighatsah (memohon dihindarkan bahaya), raja’ (mengharap kepada Allah), inabah (kembali kepada Allah)
Tanggung jawab tasawuf untuk melarikan diri dari kehidupan dunia nyata, akan tetapi suatu usaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniah yang akan membentengi diri saat menghadapi problema hidup yang serba materialistic dan merealisasikan keseimbangan jiw asehingga timbul kemampuan menghadapi problem dengan sikap jantan dan sabar.
Asketisme ( ciri-ciri )
Ciri-ciri asketisme dapat dilihat dari beberapa prinsipnya, yaitu :
- Asketisme adalah bersifat praktis sehingga tidak ditemukan konsep-konsep teoretis. Sarana-sarana praktisnya adalah kehidupan tenang dalam ketenangan, banyak beribadah, selalu ingat Allah, sangat takut pada dosa dan murka Allah.
- Idenya berakar pada memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat dan melupakan kenikmatan kehidupan duniawi.
- Motivasinya karena takut kepada siksa Allah di sat u sisi dan karena cinta kepada Allah di sisi lain.
Inilah prinsip-prinsip asketisme yang menjadi landasan tumbuhnya sufisme dengan karakteristiknya sendiri.
Muncul dan Perkembangannya Zuhud
Menurut Harun Nasution ada lima sebab munculnya zuhud dipengaruhi oleh :
- Cara hidup rahib-rahib kristen
- Phytagoras yang mengharuskan meninggalkan kehidupan materi dalam rangka membersihkan roh.
- Plotinus yang menyatakan bahwa dalam rangka menyucikan roh yang telah kotor harus meninggalkan dunia.
- Budha dengan paham nirwana, bahwa untuk mencapainya harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi.
- Hindu yang mendorong manusia meninggalkan dunia dsan mendekatkan diri kepadam Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman.
Tiga Cara Mencapai Derajat Zuhud
Sikap zuhud dapat memberikan ketenangan kepada seseorang. Ia adalah benteng dari sikap sombong, kikir, serakah dan bermewah-mewahan. Kehancuran seseorang dan bahkan sebuah bangsa dicirikan dengan keempat sikap di atas.
Imam Al-Ghazali memberikan tiga tips. Pertama, memaksa diri untuk mengendalikan hawa nafsunya. Kedua, sukarela meninggalkan pesona dunia karena dipandang kurang penting. Ketiga, tidak merasakan zuhud sebagai beban, karena dunia dipandang bukan apa-apa bagi dirinya.
Sementara itu, Ibrahim bin Adham pernah ditanya seorang lelaki, “Bagaimana cara engkau mencapai derajat orang zuhud?” Ibrahim menjawab,”Dengan tiga hal, pertama, aku melihat kuburan itu sunyi dan menakutkan, sedang aku tidak menemukan orang yang dapat menentramkan hatiku di sana. Kedua, aku melihat perjalanan hidup menuju akherat itu amat jauh, sedang aku tidak memiliki cukup bekal. Ketiga, aku melihat Rabb Yang Maha Kuasa menetapkan satu keputusan atasku, sedang aku tidak punya alasan untuk menolak keputusan itu.” (Abu Ishak Ibrahim bin Adham Al Balkhori
Dengan demikian juga zuhud yang benar bukan karena kosongnya tangan dari memiliki harta dunia, namun zuhud yang haqiqi adalah kosongnya hati dari mencintai benda dunia, meskipun tangannya menggenggam harta dunia tersebut. Zuhud itu ada 3 tingkatan :
- Zuhud dengan meninggalkan semua keduniaan yang haram.
- Zuhud dengan meninggalkan semua keduniaan yang haram dan mubah.
- Zuhud kepada semua yang dimurkai Allah, karena ia tidak ingin Allah Ta’ala meninggalkannya.
Hal-Hal yang Mendorong untuk Hidup Zuhud
- Keimanan yang kuat dan selalu ingat bagaimana ia berdiri di hadapan Allah pada hari kiamat guna mempertanggung-jawabkan segala amalnya, yang besar maupun yang kecil, yang tampak ataupun yang tersembunyi.
- Merasakan bahwa dunia itu membuat hati terganggu dalam berhubungan dengan Allah, dan membuat seseorang merasa jauh dari kedudukan yang tinggi di akhirat kelak, dimana dia akan ditanya tentang kenikmatan dunia yang telah ia peroleh, sebagaimana firman Allah :
ثمَّ لَتُسْئلنَّ يَومئذٍ عنِ النَّعيمِ : (التكاثر : 8 )
“ Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan ( yang megah ) di dunia itu.”
- Dunia hanya akan didapatkan dengan susah payah dan kerja keras, permainan, suatu yang melalaikan, mengorbankan tenaga dan pikiran yang sangat banyak, dan kadang-kadang terpaksa harus bergaul dengan orang-orang yang berperangai jahat dan buruk. Allah memberikan tentang jati diri dunia.
"اعلموآ أنّما الحياةُ الدنيا لعبٌ ولهوٌ وزنةٌوتفاخر بينكم وتكاثرٌ في الأموال والأولادِ"6
“ Ketahuilah, Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak.”
Berbeda halnya jika menyibukkan diri dengan berbagai macam ibadah; jiwa menjadi tentram dan hati merasa sejuk, menerima takdir Allah dengan tulus dan sabar, ditambah akan menerima balasan di akhirat.
- Merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an yang banyak menyebutkan tentang kehinaan dan kerendahan dunia serta kenikmatannya yang menipu (manusia).
Barang siapa imannya benar, maka ia tidak akan tergiur dan tertipu dengan rayuan dunia. Ia akan menjadikannya sebagai kendaraan menuju akhirat. Ia mengetahui bahwa setiap hari di dunia ini, sang hari (waktu) memanggil dan berseru, “ Wahai manusia, aku adalah baru dan atasmu aku akan bersaksi, aku akan meninggalkanmu tanpa kembali, isilah aku sesukamu, kebaikan atau keburukan.”
Zuhud
Ada 3 tingkatan zuhud yaitu:
1. Tingkat Mubtadi’ (tingkat pemula) yaitu orang yang tidak memiliki sesuatu dan hatinya pun tidak ingin memilikinya.
2. Tingkat Mutahaqqiq yaitu orang yang bersikap tidak mau mengambil keuntungan pribadi dari harta benda duniawi karena ia tahu dunia ini tidak mendatangkan keuntungan baginya.
3. Tingkat Alim Muyaqqin yaitu orang yang tidak lagi memandang dunia ini mempunyai nilai, karena dunia hanya melalaikan orang dari mengingat Allah. (menurut Abu Nasr As Sarraj At Tusi)
Menurut AI Gazali membagi zuhud juga dalam tiga tingkatan yaitu:
1. Meninggalkan sesuatu karena menginginkan sesuatu yang lebih baik dari padanya
2. Meninggalkan keduniaan karena mengharap sesuatu yang bersifat keakheratan
3. Meninggalkan segala sesuatu selain Allah karena terlalu mencintai-Nya
Dalam keterangan di atas dapat disimpulkan pandangan bahwa harta benda adalah se’suatu yang harus dihindari karena dianggap dapat memalingkan hati, dari mengingat tujuan perjalanan sufi yaitu Allah. Namun ada yang berpendapat bahwa zuhud bukan berarti semata-mata tidak mau memiliki harta benda dan tidak suka mengenyam nikmat duniawi, tetapi sebenarnya adalah kondisi mental yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam mengabdikan diri kepada Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar