I. LATAR BELAKANG
LAHIRNYA ORDE BARU
Orde baru merupakan sebuah istilah yang
digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Sukarno(Orde Lama) dengan masa
Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan PKI
tahun 1965.
Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
Mengoreksi total penyimpangan yang
dilakukan pada masa Orde Lama.
Penataan kembali seluruh aspek kehidupan
rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk
menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Latar belakang lahirnya Orde Baru :
1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30
September 1965.
2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi
kacau karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di
angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
3. Keadaan perekonomian semakin memburuk
dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi
rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan
masyarakat.
4. Reaksi keras dan meluas dari
masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh
PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya
dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan aksi
(KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung membentuk Kesatuan
Aksi berupa “Front
Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk
menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada
10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri
Tuntutan Rakyat) yang berisi :
ü Pembubaran
PKI berserta Organisasi Massanya
ü Pembersihan
Kabinet Dwikora
ü Penurunan
Harga-harga barang.
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966
dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab
rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno
semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah
dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub).
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka
mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka
Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang
ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk
mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
Upaya menuju pemerintahan Orde Baru :
Setelah dikelurkan Supersemar maka
mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai
dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga
tertinggi negara dan pemerintahan.
Dikeluarkannya Supersemar berdampak
semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena Suharto berhasil
memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.
Munculnya konflik dualisme kepemimpinan
nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih
berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan.
Konflik Dualisme inilah yang membawa
Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya Sukarno mengundurkan diri
dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto.
Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden
Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabat Presiden RI.
Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan
menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno .
12 Maret 1967 Jendral Suharto dilantik
sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
Pada Sidang Umum bulan Maret 1968 MPRS
mengangkat Jendral Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
II. KEHIDUPAN
POLITIK MASA ORDE BARU
Upaya untuk melaksanakan Orde Baru :
§ Melakukan pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan
kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
§ Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional
guna mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
§ Menetapkan Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
§ Melaksanakan Pemilu secara teratur serta penataan pada
lembaga-lembaga negara.
Pelaksanaan Orde Baru :
ü Awalnya kehidupan demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan.
ü Perkembangannya, kehidupan demokrasi di Indonesia tidak
berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin.
ü Untuk menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia
memutuskan untuk menganut sistem pemerintahan berdasarkan Trias Politika(dimana
terdapat tiga pemisahan kekuasaan di pemerintahan yaitu Eksekutif,Yudikatif,
Legislatif) tetapi itupun tidak diperhatikan/diabaikan.
Langkah yang diambil pemerintah untuk
penataan kehidupan Politik :
A. PENATAAN POLITIK
DALAM NEGERI
1. Pembentukan
Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan
kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet
AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera
yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan
untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA
adalah sebagai berikut.
Memperbaiki kehidupan
rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
Melaksanakan pemilihan Umum
dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
Melaksanakan politik luar
negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
Melanjutkan perjuangan anti
imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun
1968 menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka
dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang
disebut dengan Pancakrida,
yang meliputi :
Penciptaan stabilitas
politik dan ekonomi
Penyusunan dan pelaksanaan
Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama
Pelaksanaan Pemilihan Umum
Pengikisan habis sisa-sisa
Gerakan 3o September
Pembersihan aparatur
negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
2. Pembubaran PKI
dan Organisasi masanya
Suharto sebagai pengemban Supersemar guna
menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka
melakukan :
Pembubaran PKI pada tanggal
12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun
1966..
Dikeluarkan pula keputusan
yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
Pada tanggal 8 Maret 1966
dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30
September 1965. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa mereka tidak hendak
membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
3. Penyederhanaan
dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan
penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu
sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya
kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program.
Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :
Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti
yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam)
Partai Demokrasi Indonesia
(PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan
Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
Golongan Karya (Golkar)
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil
melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu:
tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
1) Pemilu 1971
ü Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu
1955 dimana para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari
partai peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
ü Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol
yang pada saat pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
ü Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460
orang anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
ü Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai
Golongan Karya (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24
kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7
kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba
dan Partai IPKI (tak satu kursipun).
2) Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977
pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai
penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai
politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti oleh 3
kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29 kursi
untuk PDI.
3) Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4
Mei 1982. Hasilnya perolehan suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar
gagal memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar
berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh tambahan 10
kursi sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4) Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada
tanggal 23 April 1987. Hasil dari Pemilu 1987 adalah:
PPP memperoleh 61 kursi
mengalami pengurangan 33 kursi dibanding dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan
adanya larangan penggunaan asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu
asas tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah menjadi
bintang.
Sementara Golkar memperoleh
tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
PDI memperoleh kenaikan 40
kursi karena PDI berhasil membentuk DPP PDI sebagai hasil kongres tahun 1986
oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
5) Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada
tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya
perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP
memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6) Pemilu 1997
Pemilu keenam dilaksanakan pada 29 Mei
1997. Hasilnya:
Golkar memperoleh suara
mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 % dengan perolehan kursi 325 kursi.
PPP mengalami peningkatan
perolehan suara sebesar 5,43 % dengan perolehan kursi 27 kursi.
PDI mengalami kemerosotan
perolehan suara karena hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan
karena adanya konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI
Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur
selama Orde Baru menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi
pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung,
Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta
tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu
1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat
menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR.
Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia
selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan
Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan
dari MPR dan DPR tanpa catatan.
5. Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka
pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial.
Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi
ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI
adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam
pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah
kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi
stabilisator dan dinamisator.
6. Pemasyarakatan
P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden
Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan
Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia
Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai
Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu
Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun
1978 diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan
masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan
persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui
penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat
terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila
telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya
himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan
Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk
indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem
kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di
Irian Barat dengan disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
Sejarah
BalasHapus