Kamis, 10 November 2011

P0fiL fAhmi N kawan-Kawan

                                                                    fahmi and tika






                                                                fahmy & mufydha



                                                                 fAhm! N n0eRrr...



                                                                 faHm! n GaLouHhh



                                         @fahmi slaLu,diMyati_n0er N aMaroH


                                            FaHmi N__tiKa


                                           FaHmi TiKa_n0Er n Vivi


                                             FaHmi N_hIkmaH _TiKa n_DimYati


                                            faHmi N DimyaTi _ tiKa N0er N viVi


                                                    Fahmi N tiKa


                                                            n0er fahmi N_hIkmah



                                                 @Fahmi_riJaL_dimyati^_^@ n SwaNdi


                                                  @swanDi_RiJaL FaHmi N DmYat + viaN

                                                                  @RJaL n FaHmi sLalu





                                                        fAhmi n Kawan_kaWan

                                                         FAhmi RijaL DImYati N SWandi



                                                                   Swandi-yAt! N Fahmi


                                                              Kawan-kAwan n Fahmi



                                                                             Fahmi n RiJal



                                                                           QoniT n Fahmi

 
FaHmi n XI IPA 2

Rabu, 09 November 2011

MUSIK DALAM PANDANGAN ISLAM


Termasuk tipu daya dan perangkap musuh Allah, yang dengannya terperdaya orang yang sedikit ilmu dan agamanya, serta terjaring dengannya hati orang-orang bodoh dan batil adalah mendengarkan siulan, tepuk tangan dan nyanyian dengan alat-alat yang diharamkan, yang menghalangi hati dari Al-Qur’an dan menjadikannya menikmati kefasikan dan kemaksiatan. Ia adalah qur’annya syetan, dinding pembatas yang tebal dari Ar-Rahman. Ia adalah mantera homosexual dan zina. Dengannya, orang fasik yang dimabuk cinta mendapatkan puncak harapan dari orang yang dicintainya. Dengan nyanyian ini, syetan memperdaya jiwa-jiwa yang batil, ia menjadikan jiwa-jiwa itu -melalui tipu daya dan makarnya- menganggap baik terhadap nyanyian. Lalu, ia juga me-niupkan syubhat-syubhat (argumen-argumen) batil sehingga ia tetap menganggapnya baik dan menerima bisikannya, dan karenanya ia menjauhi Al-Qur’an.
Seandainya engkau melihat saat bagaimana mereka mendengarkan nyanyian tersebut; mereka tampak senyap dan hening, tidak sedikit pun bergerak, segenap hati mereka terkonsentrasi padanya, perhatian mereka hanya menuju ke sana. Lalu, secara refleks, diri mereka tertawan, laksana orang yang mabuk, mereka pun menari dan berjoget. Tahukah kalian, bagaimana para wanita dan orang-orang banci mabuk kepayang? Itulah mereka!
Dan hal itu pantas saja bagi mereka, sebab bius nyanyian telah menyatu dengan jiwa mereka, sehingga mereka bisa melakukan sesuatu yang lebih berbahaya dari peminum arak. Di sana, ada hati yang dikoyak, ada pakaian yang dirobek, ada harta yang dikeluarkan bukan karena ketaatan kepada Allah, semua bukan karena Allah, tetapi karena syetan, sehingga mereka tak peduli jika harus mabuk. Dengan begitu, syetan telah mendapatkan angan-angan dan harapannya. Ia menghasung mereka dengan suara dan tipuannya, bahkan mengerahkan terhadap mereka pasukan berkuda dan berjalan kaki, dan meletakkan di dalam dada mereka duri-duri, kemudian membujuk mereka agar berkelana di atas bumi dengan berjalan kaki. Sehingga terkadang ia menjadikan mereka seperti keledai di sekeliling tempat rotasi, dan di saat lain seperti orang lemah yang menari di tengah-tengah rumah.
Duhai, alangkah sayang atap dan bumi dirobohkan oleh telapak kaki-telapak kaki itu. Dan alangkah buruk penyerupaan dengan keledai dan binatang ternak. Duhai, betapa lega hati para musuh Islam terhadap bencana yang menimpa orang-orang yang mengaku sebagai orang-orang Islam pilihan,* mereka menghabiskan hidup mereka dengan se-gala kelezatan dan kenikmatan, dan menjadikan agama mereka sebagai pelecehan dan permainan.
Seruling syetan lebih mereka cintai daripada mendengarkan surat-surat Al-Qur’an. Seandainya salah seorang mereka mendengarkan Al-Qur’an dari awal hingga akhir, tentu ia tak akan memotivasinya untuk diam tenang, juga tidak akan membuatnya khusyu’ dan tak akan mem-pengaruhi perasaannya, juga tak akan membuatnya rindu kepada Allah.
Tetapi, jika dibacakan padanya qur’an syetan, begitu ia mendengar-nya, serta-merta hatinya memancarkan sumber-sumber perasaan yang merambat sampai kepada dua matanya, lalu pada kedua kakinya sehingga membuatnya menari, pada kedua tangannya membuat dirinya ber-tepuk tangan dan pada seluruh anggota tubuhnya membuat semua badannya berjoget dan bergoyang, pada napasnya membuatnya semakin terengah-engah dan pada api kerinduannya menjadikannya semakin berkobar menyala.
Wahai orang yang membuat dan terkena fitnah, yang menjual bagi-annya dari Allah dengan bagian dari syetan sehingga merugi. Kenapa perasaan pilu itu tidak terjadi ketika mendengarkan Al-Qur’an? Kenapa perasaan itu tidak datang ketika membaca Al-Qur’anul Majid? Juga ber-bagai keadaan yang baik, saat membaca surat dan ayat-ayat?
Tetapi memang, setiap orang mendapatkan apa yang sesuai dengan dirinya, juga cenderung kepada apa yang sebentuk dan sebangun dengan dirinya. Dan kesesuaian itu sendiri terjadi karena kecenderungan akal dan naluri. Lalu, dari mana persaudaraan dan nasab ini, jika bukan karena berhubungan dengan syetan, dengan sebab-sebab yang kuat? Lalu, dari mana pula perdamaian ini sehingga menjadikan simpul iman dan per-janjian dengan Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) terdapat cela?
“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagaipe-mimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Kahfi: 50).
Dan alangkah baik apa yang dikatakan penyair,
“Al-Qur’an dibacakan, maka mereka pun diam, bukan karena takut, tetapi diam karena lupa dan tidak memperhatikan. Dan ketika nyanyian didendangkan, serta-merta mereka pun bernyanyi laksana keledai, tetapi demi Allah mereka menari bukan karena Allah.
Di sana ada rebana, seruling dan nyanyian yang memabukkan. Wahai, pernahkan Anda melihat ibadah di tempat bersenang-senang?
Bagi mereka, Al-Qur’an itu amat berat, karena di dalamnya berisi berbagai perintah dan larangan.
Mereka mendengarkannya seakan guruh dan petir, jika ia berisi peringatan dan ancaman melakukan perbuatan terlarang.
Mereka menganggap Al-Qur’an itu penghalang terbesar nafsu dari berbagai keinginannya, wahai kapankah hal itu berakhir.
Lalu mereka datang untuk mendengarkan yang sesuai dengan tujuan-tujuannya, dan karena itu mereka menjadi semakin sombong.
Manakah penolong yang bisa menghentikan sebab-sebab hawa nafsu bagi orang yang bodoh dan lengah?
Tidak, yang ada hanyalah arak bagi tubuh atau arak yang semisalnya bagi pikiran.
Lihatlah orang yang mabuk saat minum, lihat orang yang mabuk di tempat bersenang senang!
Lalu, lihat pula orang yang merobek-robek pakaiannya, setelah ia merobek-robek sendiri hatinya yang lupa.
Lantas putuskanlah, manakah arak yang lebih pantas diharamkan dan dibebani dosa di sisi Allah?”

Penyair lain berkata,
“Kami setia kepada Allah dan berlepas dirt dari orang-orang yang mengidap penyakit mendengarkan nyanyian.
Berapa sering kukatakan, ‘Wahai kaumku, kalian berada di tepi jurang,
tepi jurang yang di bawahnya lembah curam, mengapa kalian tak mengambil peringatan?’
Kami sering menasihati mereka, agar kami punya alasan tentang keadaan mereka ketika ditanya Tuhan kami.
Dan, tatkala mereka meremehkan peringatan kami, kami mengembali-kan perkara ini kepada Tuhan kami.
Lantas kami tetap hidup berdasarkan Sunnah Nabi, sedang mereka mati dalam kebencian kami.”

Para pembela Islam dan para imam yang memberi petunjuk senan-tiasa menyeru orang-orang tersebut dari segala penjuru dunia, juga memperingatkan yang lain dari perbuatan buruk mereka dan dari meng-ikuti jejak mereka, yang mereka itu terdiri dari berbagai macam agama yang berbeda.
Imam Abu Bakar Ath-Thurthusi dalam sambutan kitab Tahrimus-Sama berkata, “Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam, dan sungguh kesudahan yang baik itu hanyalah bagi orang-orang yang ber-takwa dan tiada permusuhan kecuali kepada orang-orang yang zalim. Kita meminta kepada-Nya agar memperlihatkan kebenaran kepada kita sebagai kebenaran agar kita mengikutinya, dan memperlihatkan keba-tilan sebagai kebatilan agar kita menjauhinya.

Pada zaman dahulu, jika orang melakukan maksiat berusaha untuk menyembunyikannya, lalu dia meminta ampun kepada Allah dan ber-taubat daripadanya. Selanjutnya, kebodohan di mana-mana, ilmu hanya sedikit dan terus berkurang sedikit demi sedikit, sehingga salah se-orang dari mereka melakukan maksiat secara terang-terangan, lalu raa-salahnya bertambah menjadi membelakangi perintah. Bahkan sampai kepada kami berita, sekelompok dari saudara-saudara kita umat Islam -semoga Allah memberi taufiq kepada mereka dan kepada kita- digelin-cirkan syetan, akal mereka dijerat dengan kecintaan kepada nyanyian dan kesia-siaan, mendengarkan musik dan bunyi-bunyian. Lebih-lebih lagi ia meyakininya sebagai agama yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Lalu, sekelompok umat Islam melakukannya secara te-rang-terangan dan menghalangi jalan orang-orangberiman serta menye-lisihi para ahli fiqh, ulama dan pembawa agama.
“Dan barangsiapa yang menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115).
Karena saya memandang harus menjelaskan kebenaran dan meng-ungkap syubhat ahli kebatilan dengan hujjah yang terkandung dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Dan saya ingin memulainya dengan ucapan-ucapan ulama yang biasa memberikan fatwa di segenap penjuru dunia. Dan dengan demikian menjadi tahulah kelompok tersebut bahwa mereka telah menyelisihi ulama umat Islam dalam hal kebid’ahan me-reka. Dan hanya Allah yang memberi taufiq.”
Selanjutnya Ath-Thurthusi berkata, “Adapun Imam Malik, maka beliau melarang nyanyian dan melarang mendengarkannya. Bahkan beliau berkata, ‘Jika seseorang membeli budak wanita, ternyata ia dapati budak itu seorang penyanyi maka ia boleh mengembalikannya karena alasan cacat.’ Dan Imam Malik Rahimahullah ditanya tentang nyanyian yang dibolehkan oleh penduduk Madinah? Beliau menjawab, ‘Hal itu hanya dilakukan oleh orang-orang fasik’.”*
Beliau juga berkata, “Adapun Abu Hanifah, beliau membenci nyanyian dan menjadikannya termasuk dosa-dosa.”**)

Demikian pula dengan madzhab Ahlul Kufah: Sufyan, Hammad, Ibrahim, Asy-Sya’bi dan lainnya, mereka semua tidak berbeda pendapat dalam masalah tersebut, juga kita tidak mendapatkan perbedaan pendapat di kalangan Ahlul Bashrah dalam melarang nyanyian.
Saya berkata, “Madzhab Abu Hanifah dalam hal nyanyian adalah madzhab yang paling keras, pendapat madzhab ini adalah pendapat yang paling berat. Para ulama madzhab Hanafi secara terang-terangan mengharamkan mendengar semua bentuk alat-alat musik seperti seru-ling dan rebana bahkan hingga sekedar menabuh batang pohon. Mereka menyatakan bahwa hal itu adalah maksiat, menjadikan seseorang fasik dan ditolak persaksiannya. Lebih dari itu mereka berkata, ‘Sesungguh-nya mendengarnya adalah suatu kefasikan dan menikmatinya adalah kekufuran.’ Demikian lafadz mereka, dan tentang hal itu mereka me-riwayatkan sebuah hadits, tetapi bukan hadits shahih.” Mereka juga berkata, ‘Setiap orang wajib berusaha agar tidak mendengarnya ketika sedang melewatinya atau ia berasal dari tetangganya’.”
Dan tentang rumah yang terdengar suara alat-alat musik, Abu Yusuf berkata, “Masuklah kamu kepada mereka tanpa meminta izin, sebab mencegah dari yang mungkar adalah wajib. Jika tidak dibolehkan masuk tanpa izin, tentu orang-orang tidak bisa menjalankan kewajibannya.”
Mereka berkata, “Jika imam mendengar suara musik dari rumah seseorang, maka ia harus mendatanginya. Jika ia masih membangkang, maka ia harus menahannya atau memukulnya dengan pecut, bahkan jika mau, ia boleh mengeluarkannya dari rumahnya.”
Adapun Imam Syafi’i, maka beliau berkata dalam kitab Adabul Qadha** “Sesungguhnya nyanyian adalah suatu kesia-siaan yang diben-ci, ia menyerupai kebatilan dan kemustahilan, siapa yang memperba-nyak nyanyian, maka ia adalah orang bodoh dan tidak diterima kesaksi-annya.”
Para sahabat Imam Syafi’i yang mengetahui madzhab beliau ada yang secara terang-terangan mengharamkannya, dan mereka menging-kari orang yang mengatakannya mubah. Mereka seperti Abu Thayyib Ath-Thabari, Syaikh Abu Ishak dan Ibnu Shubbagh.
Syaikh Abu Ishak dalam At-Tanbih berkata, “Dan tidak sah menye-wa atas manfaat yang diharamkan, seperti: Nyanyian, menyuling atau mengangkut khamar, dan dalam hal ini tak seorang pun yang menyeli-sihinya.”
Selanjutnya dalam Al-Muhadzdzab beliau berkata, ‘Tidak boleh menyewa atas sesuatu manfaat yang diharamkan, sebab hal itu hukum-nya haram, sehingga tidak boleh mengambil pengganti daripadanya, sebagaimana dalam hal bangkai dan darah.”
Perkataan syaikh di atas mengandung beberapa hal:
Pertama, manfaat nyanyian adalah jenis manfaat yang diharamkan.
Kedua, menyewa atau mengontraknya adalah batil.
Ketiga, makan dari hasil nyanyian berarti makan harta secara batil, yakni sama dengan makan dari harga bangkai atau darah.
Keempat, seseorang tidak boleh mengeluarkan hartanya untuk pe-nyanyi, hal itu haram baginya karena berarti ia mengeluarkan harta untuk sesuatu yang diharamkan, sehingga mengeluarkannya untuk ke-pentingan tersebut sama dengan mengeluarkan harta untuk (membeli) darah dan bangkai.
Kelima, seruling adalah haram.
Jika seruling yang merupakan alat musik paling ringan hukumnya haram, bagaimana pula dengan sesuatu yang lebih berat daripadanya, seperti: Kecapi, gitar dan klarinet? Dan bagi orang yang pernah menci-cipi ilmu, tidak seyogyanya bersikap tawaqquf (memilih diam) tentang pengharaman hal tersebut, sebab minimal ia adalah syiar (simbol) bagi para ahli kefasikan dan peminum khamar.*’ Hal yang sama juga dikatakan
oleh Abu Zakaria An-Nawawi dalam Raudhah-nya.*

Masalah kedua yaitu menyanyi dengan menggunakan alat-alat musik yang merupakan syiar para peminum khamar untuk berjoget, seperti: Gitar, kecapi, simbal, senar dan semua jenis alat-alat musik lainnya adalah haram digunakan.
Beliau berkata, ‘Tentang klarinet ada dua pendapat, Al-Baghawi mengatakan itu haram, sedang Al-Ghazali membolehkannya.**’ Lalu beliau mengatakan, “Yang benar adalah klarinet atau seruling itu adalah haram.” Abul Qasim Ad-Daula’i”^ telah menulis kitab khusus tentang pengharaman klarinet. Abu Amr bin Shalah menukil adanya ijma’ (konsensus) ten-tang pengharaman mendengarkan rebana, klarinet dan nyanyian yang didendangkan secara bersamaan. Dalam Fatawi-nya ia berkata,
“Adapun tentang dibolehkan dan dihalalkannya mendengarkan hal tersebut, maka perlu diketahui bahwa rebana, seruling dan nyanyian, jika didendangkan secara bersamaan, maka mendengarkannya adalah haram. Demikian menurut para imam madzhab dan lainnya dari ulama kaum Muslimin. Tidak seorang pun ulama yang diperhitungkan ucapan-nya, baik dalam ijma’ maupun ikhtilaf (perselisihan pendapat) yang me-ngatakan dibolehkannya mendengarkan hal tersebut.
Sedangkan perbedaan pendapat yang dinukil dari sebagian ulama madzhab Syafi’i adalah dalam masalah seruling jika dimainkan sendirian, juga rebana jika dimainkan sendirian. Orang yang tidak mengerti atau tidak merenungkannya, mungkin mempercayai adanya perbedaan pen-dapat di kalangan ulama madzhab Syafi’i dalam mendengarkan rebana, seruling dan nyanyian jika didendangkan bersamaan. Padahal jelas, itu adalah kekeliruan yang bertentangan dengan dalil syariat dan logika.
Di samping itu, tidak semua perbedaan pendapat bisa dijadikan san-daran. Dan barangsiapa yang senantiasa mencari-cari perbedaan ulama, lalu mengambil yang paling mudah dan ringan dari pendapat mereka, maka dia telah atau hampir zindik (kafir).”””‘
Abu Amr selanjutnya berkata, “Perkataan mereka dalam masalah mendengarkan hal-hal yang disebutkan di atas sebagai bentuk ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah adalah perkataan yang bertentangan
dengan ijma’ kaum Muslimin. Dan siapa yang menentang ijma’ mereka, maka baginya adalah sebagaimana firman Allah,
“Dan barangsiapa menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115).

Beliau membantah kedua kelompok di atas yang merupakan ben-cana bagi Islam, dalam suatu bantahan yang panjang. Kedua kelompok yang dimaksud adalah yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan yang mendekatkan did kepada Allah dengan sesuatu yang justru menjauhkan mereka daripada-Nya.
Dan Imam Syafi’i serta para ulama madzhab Syafi’i terdahulu, terma-suk di antara orang yang paling keras dalam masalah ini. Diriwayatkan secara mutawatir dari Imam Syafi’i, beliau berkata, “Di Baghdad, aku meninggalkan sesuatu yang merupakan ciptaan orang-orang zindik. Mereka menamakannya taghbir (syair yang membuat orang zuhud di dunia), dengan syair tersebut, mereka menghalang-halangi manusia dari Al-Qur’an.”*)
Jika demikian perkataannya dalam masalah taghbir, dan alasannya adalah ia menghalang-halangi manusia dari Al-Qur’an, padahal ia adalah syair yang membuat orang berlaku zuhud terhadap dunia, yang dinya-nyikan oleh seorang penyanyi, dan sebagian hadirin menabuh gendang dengan kayu untuk mengiringi lagunya. Aduhai, mendengarkan taghbir yang bagaikan buih dalam lautan,**’ mereka katakan mengandung ber-bagai macam kerusakan dan menyimpan segala yang diharamkan, lalu bagaimana dengan yang lain? Dan sungguh Allah mengetahui para pe-nuntut ilmu yang terkena fitnah dan juga ahli ibadah yang bodoh.
Sufyan bin Uyainah berkata, “Dahulu diserukan, waspadalah terhadap orang berilmu yang suka melakukan maksiat, dan ahli ibadah yang bodoh, sebab fitnah keduanya merupakan fitnah bagi setiap orang yang terkena fitnah.”
Dan sungguh siapa yang merenungkan kerusakan yang terjadi pada umat ini, niscaya ia akan mendapatkan semuanya bersumber pada kedua hal tersebut. Adapun madzhab Imam Ahmad,”* maka Abdullah putera Imam Ahmad berkata, “Aku bertanya kepada ayahku tentang nyanyian, maka beliau menjawab, ‘Nyanyian itu menumbuhkan nifaq dalam hati, ia tidak membuatku tertarik’.” Kemudian ia menyebutkan ucapan Imam Malik, “Sesungguhnya nyanyian (hanya) dilakukan oleh orang-orang fasik.” Abdullah berkata, “Aku mendengarkan ayahku berkata, ‘Aku men-dengar Yahya Al-Qaththan berkata, ‘Jika ada orang yang mengamalkan setiap pendapat yang ringan (rukhshah), yakni mengambil pendapat penduduk Kufah dalam hal nabidz (anggur untuk minuman keras), pen-dapat penduduk Madinah dalam mendengarkan (nyanyian) dan pendapat penduduk Makkah dalam hal nikah mut’ah, maka dia adalah orang fasik’.””‘
Mendengarkan Nyanyian dari Wanita dan Anak-anak Kecil Yang Tampan

Adapun mendengarkan nyanyian dari wanita asing (bukan mahram) atau anak kecil yang tampan maka ia termasuk hal-hal yang diharamkan yang paling besar dan ia lebih merusak terhadap agama.*”
As-Syafi’i Rahimahullah berkata, “Jika ada pemilik budak wanita mengumpulkan orang banyak agar mendengarkan nyanyian daripadanya maka ia adalah orang bodoh yang tidak bisa diterima kesaksiannya.” Bahkan lebih dari itu beliau berkata, “Perbuatan itu termasuk dayatsah. Orang yang melakukan hal itu adalah dayyuts (yang merelakan kehor-matan keluarganya).”
Al-Qadhi Abu Thayyib berkata, “Beliau mengatakan pelakunya seba-gai orang yang bodoh, karena ia mengajak manusia kepada kebatilan, dan siapa yang mengajak manusia pada kebatilan maka dia adalah orang bodoh dan fasik.”
Beliau juga berkata, “Adapun kecapi, gitar dan semua alat-alat musik maka itu semua adalah haram, orang yang mendengarnya adalah fasik dan sungguh mengikuti jama’ah lebih baik daripada mengikuti dua orang yang tercemar kehormatannya.”
Saya berkata, “Yang beliau maksud adalah Ibrahim bin Sa’d dan Ubai-dillah bin Al-Hasan, karena beliau berkata, ‘Dan tidaklah menyelisihi dalam hal nyanyian kecuali dua orang yaitu: Ibrahim bin Sa’d, sebab As-Saji meriwayatkan daripadanya bahwa ia berpendapat tentang nyanyian sebagai sesuatu yang tidak apa-apa. Dan yang kedua adalah Ubaidillah bin Al-Hasan Al-Anbari, seorang qadhi Bashrah, dan dia adalah orang yang tercemar kehormatannya’.”
Abu Bakar Ath-Thurthusi berkata, “Ini adalah kelompok yang me-nyalahi jama’ah umat Islam, sebab mereka menjadikan nyanyian sebagai agama dan bentuk ketaatan, dan mereka berpendapat agar hal itu di-umumkan di masjid-masjid, tempat-tempat berkumpul, dan setiap maj-lis-majlis yang mulia, padahal tidak ada orang yang berpendapat seperti mereka. Dengan demikian, pengakuan kelompok itu atas hal tersebut adalah suatu kefasikan, dan orang yang mengakuinya menjadikan aib dalam keadilan dan kedudukannya dalam agama.”
Dan alangkah indah apa yang diungkapkan oleh sebagian ulama, yang itu juga dibuktikan dalam perbuatan mereka,
“Katakanlah kepada mereka sebagaimana yang dikatakan oleh hamba yang menasihati, dan hak nasihat adalah didengar.
Sejak kapankah diketahui manusia dalam agama kita, bahwa nya-nyian adalah Sunnah yang hams diikuti?
Dan agar seseorang makan seperti makannya keledai dan berdansa dalam suatu perkumpulan hingga terjadi perzinahan.
Dan mereka berkata, ‘Kami mabuk cinta kepada Tuhan’, padahal tidaklah suatu kaum itu mabuk kecuali karena cawan-cawan (mi-numan keras).
Demikianlah binatang, jika dikenyangkan maka kekenyangan membu-atnya menari-nari.
Lalu seruling membuatnya mabuk, juga nyanyian, padahal jika (surat) Yasin dibacakan ia berpaling jengkel.
Masjid-masjid kita dihinakan karena memperdengarkan (Al-Qur’an), lalu apakah dimuliakan kandang-kandang (minuman) seperti itu?”

Definisi dan hukum musik

Definisi musik tidak hanya terbatas meliputi alat-alat musik saja, akan tetapi lebih luas dan bahkan mencakup segala bentuk bunyi-bunyian dan suara. Penulis menukil pendapat seorang ahli bijak yang bergelar sahib al-samahah mendifinisikan musik dengan; segala jenis dan bentuk suara yang bisa dinikmati dan enak didengarkan oleh telinga. Dari sini penulis mengembangkan definisi tersebut hingga meliputi segala aspek, baik didalam hal ibadah maupun di luar ibadah, sebagai contoh ketika seseorang memiliki suara merdu dan fasih dalam membaca al-Qur'an, disana terdapat seni musik suara yang mampu menggugah hati, dan nikmat didengar oleh telinga sang pendengarnya sampe tak terasa menggoyangkan badan dan kepalanya disebabkan karena keindahan suara merdu tersebut. Begitupun alat-alat musik yang dengan indahnya di mainkan oleh ahlinya, maka akan mengeluarkan suara musik yang mampu membuat seseorang menemukan imajinasi yang hilang, mengusir kepenatan pikiran, menerbangkan impian dan angan-angan serta mampu mengembalikan memori indahnya suatu kenangan.

Maka, dari situ musik tak selamanya bisa di hukumi haram secara mutlak, ataupun halal secara mutlak, disana ada kesamaan hukum dengan buah anggur yang bisa menjadi halal ketika di makan dengan semestinya, begitupun bisa menjadi haram manakala anggur dibuat khamr (minuman keras) maka haram meminumnya. Begitupula sebuah musik, bilamana di gunakan untuk hal yang positif maka halal hukumnya, tapi bila musik digunakan sebagai penunjang untuk hal-hal negatif maka haram hukumnya.

-Imam al-Gazali dalam kitab Ihya’ Ulum Addin menukil sebuah kisah dari Mamsyad Addainuri pernah berkata: aku pernah mimpi bertemu Rasulullah SAW dan aku berkata, “wahai Rasulullah, apakah ada sesuatu yang engkau ingkari/tidak disetujui dari Sama’/nyanyian? Beliau bersabda, “saya tidak mengingkarinya, akan tetapi katakan kepada mereka agar nyanyian itu diawali dan diakhiri dengan bacaan al-Qur’an”.
-Syekh Habib Ali al-Jufri ketika ditanya pendapatnya mengenai hukum mendengarkan lagu yang diiringi musik, beliau berpendapat “tidak haram selamatidak mengandung kata-kata cabul yang dapat membangkitkan gairah seks”.
-Dalam Shahih Bukhari. Muslim dan Ibnu Majah terdapat sebuah hadits yang artinya kira-kira, (dari Sayyidatuna A’isyah r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. pernah masuk dan menemukan bersamaku dua orang budak wanita sedang menyanyikan “lagu kemenangan suku Aws ketika mengalahkan suku Khazraj pada masa Jahiliyyah”. Maka Rasulullah berbaring di kasur. Kemudian masuklah Sayyiduna Abu Bakr r.a. dan beliau menghardikku seraya berkata, “seruling setan di rumah Rasulullah!?”. Maka Rasulullah s.a.w. berkata, “biarkan mereka!”. Ketika Sayyiduna Abu Bakr memperhatikan yang lain, Sayyidatuna A’isyah memberi isyarat agar kedua budak wanita itu keluar).
-Syekh Abul-Mawahib Attunisi dalam kitab Farahul-Asma’ Birukhashissama’ berkata, “sebagian sahabat dan tabiin pernah mendengarkan petikan gambus”.
-Annasa’I dan al-Hakim meriwayatkan dari Ãmir bin Sa’d berkata: aku menemui Qurzhah Bin Ka’b dan Abu Mas’ud al-Anshari pada acara perkawinan, dan aku melihat beberapa budak wanita sedang bernyanyi. Maka aku berkata: “wahai kedua sahabat Rasulullah, apakah penduduk Badar melakukan ini di tempat kalian?!”. Maka kedua-duanya berkata, “duduklah, kalau mau, dengarkan bersama kami, kalau tidak mau, maka pergilah, sesungguhnya kita telah diberikan keringanan untuk bermain “Lahwun” dalam acara pesta perkawinan.
-Abu Manshur al-Bagdadi Assyafi’I bercerita bahwa Abdullah Bin Ja’far tidak mencela ataupun membenci nyanyian. Bahkan ia sendiri mendengar nyanyian budak-budak wanitanya yang mengiringi petikan senar alat musiknya sendiri. Dan hal itu terjadi pada masa khalifah Sayyiduna Ali r.a.
-Al-'Allamah al-Adib Abu Umar al-Andalusi meriwayatkan bahwasanya Abdullah Bin Umar pernah menemui Ibnu Ja’far dan melihat seorang budak wanita sedang memegang alat musik “gambus”, kemudian ia berkata, “bagaimana menurutmu?”. Maka Ibnu Umar berkata, “tidak apa-apa”.
-Mawardi bercerita bahwa Mu’awiyah dan Amru Bin Ash pernah mendengar petikan gambus di rumah Ibnu Ja’far.
-Abu al-Abbas dan Abu al-Faraj al-Ashbahani bercerita bahwa Hassan Bin Tsabit pernah mendengar syiir karangannya sendiri sedang dilantunkan oleh Azzah Al-Maila’ menggunakan kecapi.
-Al-Adfawi bercerita bahwa Umar Bin Abdul-Aziz sebelum menjadi khalifah, sering mendengarkan nyanyian dari budak-budak wanitanya.
Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian:
a. Berdasarkan firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6)

Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.

Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah Qs. an-Najm [53]: 59-61; dan Qs. al-Isrâ’ [17]: 64 (Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 20-22).

b. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].

c. Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih].

d. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:

“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].

e. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”

Dalil-Dalil yang Menghalalkan Nyanyian:

a. Firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).

b. Hadits dari Nafi’ ra, katanya:

Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil berkata; “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw.” [HR. Ibnu Abid Dunya dan al-Baihaqi].

c. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:

Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:

“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].

d. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda:

“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.” [HR. Bukhari].

e. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata:

“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].

Imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa tidak dibenarkan dari Nabi Saw ada dua hadits shahih yang saling bertentangan, di mana salah satunya menafikan apa yang ditetapkan yang lainnya, kecuali dua hadits ini dapat dipahami salah satunya berupa hukum khusus sedang lainnya hukum umum, atau salah satunya global (ijmal) sedang lainnya adalah penjelasan (tafsir). Pertentangan hanya terjadi jika terjadi nasakh (penghapusan hukum), meskipun mujtahid belum menjumpai nasakh itu (Imam asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul Ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushul, hal. 275).

Karena itu, jika ada dua kelompok dalil hadits yang nampak bertentangan, maka sikap yang lebih tepat adalah melakukan kompromi (jama’) di antara keduanya, bukan menolak salah satunya. Jadi kedua dalil yang nampak bertentangan itu semuanya diamalkan dan diberi pengertian yang memungkinkan sesuai proporsinya. Itu lebih baik daripada melakukan tarjih, yakni menguatkan salah satunya dengan menolak yang lainnya. Dalam hal ini Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah menetapkan kaidah ushul fiqih:

Al-‘amal bi ad-dalilaini —walaw min wajhin— awlâ min ihmali ahadihima “Mengamalkan dua dalil —walau pun hanya dari satu segi pengertian— lebih utama daripada meninggalkan salah satunya.” (Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh, hal. 390).

Prinsip yang demikian itu dikarenakan pada dasarnya suatu dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan (tak diamalkan). Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan:

Al-ashlu fi ad-dalil al-i’mal lâ al-ihmal “Pada dasarnya dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, juz 1, hal. 239).

Atas dasar itu, kedua dalil yang seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai berikut : bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan hukum umum nyanyian. Sedang dalil yang membolehkan, menunjukkan hukum khusus, atau perkecualian (takhsis), yaitu bolehnya nyanyian pada tempat, kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’, seperti pada hari raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan keharaman nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan bolehnya nyanyian secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 63-64; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 102-103).
Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 64-65; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 103).

Hukum Mendengarkan Nyanyian (Sama’ al-Ghina’)

Hukum menyanyi tidak dapat disamakan dengan hukum mendengarkan nyanyian. Sebab memang ada perbedaan antara melantunkan lagu (at-taghanni bi al-ghina’) dengan mendengar lagu (sama’ al-ghina’). Hukum melantunkan lagu termasuk dalam hukum af-‘âl (perbuatan) yang hukum asalnya wajib terikat dengan hukum syara’ (at-taqayyud bi al-hukm asy-syar’i). Sedangkan mendengarkan lagu, termasuk dalam hukum af-‘âl jibiliyah, yang hukum asalnya mubah. Af-‘âl jibiliyyah adalah perbuatan-perbuatan alamiah manusia, yang muncul dari penciptaan manusia, seperti berjalan, duduk, tidur, menggerakkan kaki, menggerakkan tangan, makan, minum, melihat, membaui, mendengar, dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada af-‘âl jibiliyyah ini hukum asalnya adalah mubah, kecuali adfa dalil yang mengharamkan.

Hukum Memainkan Alat Musik

Bagaimanakah hukum memainkan alat musik, seperti gitar, piano, rebana, dan sebagainya? Jawabannya adalah, secara tekstual (nash), ada satu jenis alat musik yang dengan jelas diterangkan kebolehannya dalam hadits, yaitu ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. Sabda Nabi Saw:

“Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” [HR. Ibnu Majah] ( Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (Al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 52; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam, hal. 24).

Adapun selain alat musik ad-duff / al-ghirbal, maka ulama berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan.

Dalam hal ini penulis cenderung kepada pendapat Syaikh Nashiruddin al-Albani. Menurut Syaikh Nashiruddin al-Albani hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if. Memang ada beberapa ahli hadits yang memandang shahih, seperti Ibnu Shalah dalam Muqaddimah ‘Ulumul Hadits, Imam an-Nawawi dalam Al-Irsyad,
Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah.

Kesimpulan
a) Bertujuan menghibur dan menggairahkan perbuatan baik (khayr / ma’ruf) dan menghapus kemaksiatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Misalnya, mengajak jihad fi sabilillah, mengajak mendirikan masyarakat Islam. Atau menentang judi, menentang pergaulan bebas, menentang pacaran, menentang kezaliman penguasa sekuler.

b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar (meniru orang kafir dalam masalah yang bersangkutpaut dengan sifat khas kekufurannya) baik dalam penampilan maupun dalam berpakaian. Misalnya, mengenakan kalung salib, berpakaian ala pastor atau bhiksu, dan sejenisnya.

c) Tidak menyalahi ketentuan syara’, seperti wanita tampil menampakkan aurat, berpakaian ketat dan transparan, bergoyang pinggul, dan sejenisnya. Atau yang laki-laki memakai pakaian dan/atau asesoris wanita, atau sebaliknya, yang wanita memakai pakaian dan/atau asesoris pria. Ini semua haram.

Instrumen/Alat Musik

Dengan memperhatikan instrumen atau alat musik yang digunakan para shahabat, maka di antara yang mendekati kesamaan bentuk dan sifat adalah:

a) Memberi kemaslahatan bagi pemain ataupun pendengarnya. Salah satu bentuknya seperti genderang untuk membangkitkan semangat.

b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar dengan alat musik atau bunyi instrumen yang biasa dijadikan sarana upacara non muslim.

Dalam hal ini, instrumen yang digunakan sangat relatif tergantung maksud si pemakainya. Dan perlu diingat, hukum asal alat musik adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

KIAMAT


Pengertian / Arti Definisi Hari Kiamat (Hari Akhir)
Hari Kiamat adalah peristiwa di mana alam semesta beserta isinya hancur luluh yang membunuh semua makhluk di dalamnya tanpa terkecuali. Hari kiamat ditandai dengan bunyi terompet sangkakala oleh Malaikan Israfil atas perintah dari Allah SWT.
Setelah semua makhuk yang hidup mati maka Allah SWT akan membali memerintahkan Malaikat Israfil untuk meniup terompet untuk yang kedua kali guna membangunkan orang semua yang telah mati untuk bangkit kembali mulai dari manusia pertama zaman Nabi Adam hingga manusia yang terakhir saat kiamat tiba untuk melaksanakan hari pembalasan.
 Macam-Macam / Jenis-Jenis Kiamat
Kiamat ada dua macam, yakni :
1. Kiamat Sughra/Sughro (Kiamat Kecil)
Kiamat Sughra adalah kiamat kecil yang sering terjadi dalam kehidupan manusia yaitu kematian. Setelah mati roh seseorang akan berada di alam barzah atau alam kubur yang merupakan alam antara dunia dan akhirat.
Kiamat sughra sudah sering terjadi dan bersifat umum atau biasa terjadi di lingkungan sekitar kita yang merupakan suatu teguran Allah SWT pada manusia yang masih hidup untuk kembali ke jalan yang lurus dengan taubat.
2. Kiamat Kubra/Kubro (Kiamat Besar)
Kiamat kubra adalah kiamat yang mengakhiri kehidupan di dunia ini karena hancurnya alam semesta beserta isinya. Setelah kiamat besar maka manusia akan menjalani alam setelah alam barzah / alam kubur. Lihat Di Sini untuk melihat lebih rinci.
Kiamat kubra akan terjadi satu kali dan itu belum pernah terjadi dengan kejadian yang benar-benar luar biasa di luar bayangan manusia dengan tanda-tanda yang jelas dan pada saat itu segala amal perbuatan tidak akan diterima karena telah tertutup rapat.
Tanda-Tanda Hari Kiamat Akan Tiba
Kapan akan datang hari kiamat, tidak seorang pun tahu termasuk Nabi Muhammad SAW. Namun kita dapat mengetahuinya dengan memperhatikan tanda-tanda di mana hari kiamat akan datang, yaitu antara lain :
1. Asap di Timur dan Barat
2. Munculnya Dajjal
3. Muncul binatang melata di bumi (Dabatul Ard)
4. Terbit matahari sebelah barat
5. Turunnya Nabi Isa AS
6. Keluarnya Yakjuj dan Makjuj
7. Gerhana di timur
8. Gerhana di barat
9. Gerhana di jazirah Arab
10. Keluarnya api dari kota Yaman yang menghalau manusia ke tempat pengiringannya
Tambahan :
kiamat yang digambarkan dalam beberapa ayat Al - Qur’an sebagai berikut ini.
Al- Qori’ah
1- Hari Kiamat, 2- apakah hari Kiamat itu? 3- Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? 4- Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran, 5- dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Al Qori’ah 1-5)
Al- Zalzalah
1- Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat), 2- dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya, 3- dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini)?”, 4- pada hari itu bumi menceritakan beritanya, 5- karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. (Al Zalzalah 1-5)
Al - Infitar
1- Apabila langit terbelah, 2- dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, 3- dan apabila lautan dijadikan meluap, ( Al Infitar 1-3)
At - Takwir
1- Apabila matahari digulung, 2- dan apabila bintang-bintang berjatuhan, 3- dan apabila gunung-gunung dihancurkan, 4- dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan), 5- dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, 6- dan apabila lautan dipanaskan, (At Takwir 1-6)
Apa yang digambarkan dalam ayat Qur`an diatas jauh lebih dahsyat dari apa yang diperlihatkan dalam film 2012. Pada peristiwa Kiamat total yang disebutkan dalam Qur`an tidak seorangpun mampu menyelamatkan diri dari kehancuran total alam semesta. Bumi, laut dan udara berkecamuk dahsyat, tidak ada mahluk yang bisa bertahan hidup dilaut, darat maupun udara. Pada film 2012 terlihat masih ada peluang orang menyelamatkan diri dengan naik pesawat terbang, kemudian dilanjutkan naik kapal raksasa seperti kapal nabi Nuh yang memuat segala sesuatu berpasang pasangan.
Film ini hanya pelajaran bagi kita, yang digambarkan pada film itu bukanlah kiamat total sebagaimana dimaksud dalam Qur`an. Itu hanya becana alam lokal yang memang akan banyak terjadi menjelang peristiwa kiamat yang sebenarnya. Dalam skala kecil bencana seperti film 2012 sudah sering terjadi di dunia ini, seperti gempa di China, Kobe, Thailand, tsunami Aceh, gempa Padang dan lain sebagainya. Tsunami dahsyat yang menenggelamkan seluruh kota di tepi pantai laut pasifik seperti Sydney, Hawai, Los Angeles, Hongkong, Jakarta, Taiwan dengan jumlah korban sampai puluhan juta orang bisa saja terjadi dimasa yang akan datang.
Sejak zaman dahulu sampai sekarang ada saja Asteroid yang cukup besar nyelonong masuk kedalam orbit bumi . Jika jatuh diatas sebuah kota pasti akan melenyapkan kota tersebut dengan korban sampai beberapa juta orang, jika jatuh ditengah hutan atau gurun pasir memang tidak banyak menimbulkan korban jiwa. Namun jika Asteroid yang sangat besar sampai jatuh di laut pasifik tentu akan menimbulkan tsunami yang amat dahsyat, yang mampu menenggelamkan kota seperti Sydney, Los Angeles, Hongkong, Taiwan dan kota kota ditepi pantai di Indonesia ini dengan korban puluhan juta orang.

Menanggapi film ini umat Islam tidak perlu alergi, kita tidak perlu percaya dengan ramalan 2012-nya, jadikanlah film ini sebagai peringatan untuk menambah keyakinan kita tentang adanya peristiwa kiamat kelak. Apa yang disampaikan dalam Al - Qur`an jauh lebih dahsyat dari film 2012 itu. Kapan terjadinya saat kiamat adalah Rahasia Allah sebagaimana disebutkan dalam surat Thaha 15 :
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. (Thaha 15)
Semua orang didunia ini percaya bahwa saat kiamat dan musnahnya seluruh kehidupan didunia ini pasti terjadi. Namun tidak semua manusia percaya bahwa ada kehidupan diakhirat setelah peristiwa kiamat itu. Kebanyakan orang menganggap hidup ini hanyalah peristiwa alam yang berlalu begitu saja, kita hidup dan mati karena proses alamiah. Seluruh perhatiannya hanya ditujukan untuk keberhasilan hidup didunia, mereka tidak pernah memikirkan bagaimana mempersiapkan diri untuk kehidupan yang sebenarnya diakhirat kelak.
Sebaiknya kita tidak perlu terlalu memikirkan kapan terjadinya kiamat total seperti yang disebutkan dalam Qur`an. Ada hal yang lebih dekat dengan kita dan bisa terjadi setiap saat tanpa pernah kita duga sebelumnya, yaitu kematian. Hal paling utama bagi kita adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi datangnya kematian itu dan mempersiapkan perbekalan untuk menghadapi kehidupan setelah hari kebangkitan diakhirat kelak sebagaimana yang telah diingatkan Allah dalam surat Al Hasyr ayat 18 :
al-hasyr-18
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Al Hasyr 18)
Kehidupan dunia ini hanya sementara dan tidak kekal, semua yang ada didunia ini pasti akan musnah dan lenyap.Kehidupan yang sebenarnya dan abadi adalah kehidupan diakhirat, Masuk golongan manakah kita nati? Rombongan yang dihalau kedalam Neraka jahanam ataukah kedalam syurga?. Simak Tadabbur Qur’an berikut ini , mudah mudahan Allah membimbing hati kita untuk bertakwa padaNya dan dimasukan kedalam rombongan orang yang dibawa kedalam taman syurga.